Tuesday, September 25, 2007

Tiap Tahun 200 Ribu Pasangan Bercerai

Tiap Tahun 200 Ribu Pasangan Bercerai
Pengirim: Irwan Setiawan - DetikSurabaya


Surabaya - Jumlah perceraian di Indonesia mencapai angka yang
fantastis setiap tahunnya yakni, 200 ribu pasangan. Ini rekor nomor
satu untuk kawasan Asia Pasifik.

Bagi wilayah Jawa Timur, tahun 2003 sejumlah 40.391 pasangan bercerai.
Tahun 2004 meningkat menjadi 42.769 dan tahun 2005 mencapai 55.509
kasus perceraian. Sekalipun PTA (Pengadilan Tinggi Agama) Surabaya
mencoba melakukan pendekatan dan upaya perbaikan ke pihak-pihak
terkait, hanya sekitar seribu pasangan yang kemudian menarik
gugatannya kembali. PTA Surabaya mencatat setidaknya terdapat sekitar
13 alasan pengajuan perceraian. Jika disederhanakan, 13 alasan
tersebut mencakup problem internal dan eksternal pasangan suami istri.

Prihatin akan tingginya angka perceraian di Jawa Timur, Kajian Wanita
DPW PKS membahas Ketahanan Dalam Rumah Tangga yang merunut sebab-sebab
mendasar masalah perceraian dan mencoba mencari solusi penyelesaian
yang lebih arif.

"Perceraian adalah alasan terakhir yang diambil pasangan suami istri
jika tidak tersedia lagi jalan lain yang lebih bermanfaat. Sekalipun
perceraian dianggap sebagai salah satu cara penyelesaian, hal ini akan
menimbulkan masalah baru baik bagi mantan suami istri yang
bersangkutan maupun anak-anak," tegas Karuniawati, ST MT, Ketua Bidang
Kewanitaan DPW PKS Jatim, Jumat (21/9/2007).

Karuniawati mengakui masih banyak sekali wanita yang tidak tahu
bagaimana mengatasi permasalahan keluarga. Ketika dia membuka hotline
konsultan keluarga PKS, hampir tidak mendapat tanggapan sama sekali,
seolah tidak terjadi permasalahan di keluarga manapun.

Tetapi ketika ia mencoba membuat dan menyebarkan angket barulah
tergali permasalahan-permasalahan keluarga yang membutuhkan bantuan
pihak-pihak yang kompeten di bidangnya, semisal ahli syariah dan
psikolog.

Karuniawati mengatakan, seiring berkembangnya zaman, penyebab yang
menyulut perceraian dapat berubah dari waktu ke waktu. Jika beberapa
dekade lalu perempuan masih menerima diperlakukan sebagai obyek
penderita, banyak perempuan menyadari kedudukannya dewasa ini.
Kesadaran akan kedudukan perempuan sebetulnya dapat menjadi nilai
positif jika masing-masing didudukkan sesuai porsinya.

"Dua hal penting tentang ketahanan keluarga adalah kestabilan
psikologi dan kemandirian ekonomi. Perempuan bukan subordinate tapi
perempuan memegang kunci penting keberhasilan rumah tangga, yang jika
suatu saat dilanda badai, ia tahu ke mana harus melangkah," tambahnya.

"Kestabilan psikologi mencakup perilaku moral, kemampuan komunikasi
dan kehalusan perasaan perempuan. Jika timbul permasalahan, pasangan
harus dinilai sebagai relasi atau mitra dan bukan musuh," tegasnya.

Sedangkan Kemandirian ekonomi, menurut Karuniawati, bukan dalam artian
seorang perempuan harus berlomba bekerja di luar rumah demi
memantapkan pos keuangan keluarga.

"Perempuan yang memilih tinggal di rumah dapat juga melakukan
kemandirian ekonomi. Kemandirian ekonomi di sini memiliki arti
perempuan mampu mengelola aset keluarga dan berusaha mengoptimalkan
aset yang dimiliki," kata ibu yang aktif pula di Yayasan Harapan
Muslimah ini. (pksjatim@indosat.net.id)

(fat/fat)
http://www.detiksurabaya.com/indexfr.php?url=http://www.detiksurabaya.com/index.php/detailberita.main/lay/1/y/2007/m/09/d/21/tts/190022/idkanal/468/idnews/833016


----------------------------------------------------------------
This message was Sent by Takaful Mail System

No comments: