Thursday, October 23, 2008

Kisah Kisruh Repo Grup Bakrie

Hal inilah yang membuat kemelut di dunia saham hingga turun jauh ...

Kisah Kisruh Repo Grup Bakrie
Indro Bagus SU - detikFinance


Jakarta - Gonjang-ganjing bisnis keluarga Bakrie melalui PT Bakrie & Brother
Tbk (BNBR) dan 5 anak usahanya yang sudah go public bermula dari niat melakukan
konsolidasi terhadap anak-anak usahanya itu.

Ketika itu, pilihan yang ada dalam manajemen perseroan adalah meningkatkan
penyertaan saham di anak-anak usaha yang mana BNBR belum menjadi mayoritas.
Dari lima anak usahanya yang sudah go public, BNBR telah menjadi pemegang saham
mayoritas pada PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) dan PT Bakrie Sumatera Plantations
Tbk (UNSP).

Sementara di PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG)
dan PT Bakrie Development Tbk (ELTY) perseroan hanya menjadi pemilik saham
minoritas.

Oleh sebab itu, BNBR berencana meningkatkan penyertaan saham di BUMI, ELTY dan
ENRG masing-masing menjadi 35%, 40% dan 40%.

Berikut kronologis perjalanan repo grup Bakrie seperti dikutip detikFinance,
Kamis (23/10/2008) dari laporan keterbukaan informasi ke BEI, data harga saham
BEI serta materi publik ekspose pada 13 oktober 2008.

Pada RUPSLB yang digelar 17 Maret 2008, pemegang saham BNBR menyetujui agenda
akuisisi internal di 3 anak usahanya tersebut senilai Rp 48,44 triliun. Bersama
dengan beberapa agenda lainnya, total dana yang dibutuhkan untuk serangkaian
aksi tersebut senilai Rp 51,3 triliun.

Sebagian dana aksi tersebut diperoleh melalui penerbitan saham terbatas (rights
issue) senilai Rp 40,118 triliun pada April 2008. Kekurangan dana sebesar Rp 10
triliun atau setara dengan US$ 1,086 miliar diperoleh dari Odickson Finance
yang akan jatuh tempo April 2009.

Usut punya usut, rupanya pinjaman dari Odickson Finance yang diperoleh pada 21
April 2008 tersebut dilakukan dengan menggadaikan 3.739.040.000 (19,27%) saham
BUMI, 4.760.330.000 (30,97%) saham ENRG dan 3.796.540.000 (19,06%) saham ELTY.

Untuk memenuhi kekurangan dana dalam rencana meningkatkan penyertaan saham di 3
anak usahanya, BNBR menggadaikan sejumlah saham-saham di 3 anak usaha yang sama
untuk mendapatkan pinjaman. Padahal saham-saham yang digadaikan adalah saham
yang akan diakuisisi.

Namun ketika itu, masalah belum muncul lantaran aset saham yang digadaikan
kinerjanya masih bagus. Sebagai catatan, saham BUMI menembus angka tertingginya
ditutup di level Rp 8.550 pada 12 Juni 2008.

Setelah sukses gadai saham ke Odickson Finance, BNBR kembali melakukan gadai
saham BUMI
ke JP Morgan sebanyak 581.440.678 saham dan ICICI sebanyak 697.347.458 saham
pada Juli 2008. Dana yang diperoleh masing-masing sebesar US$ 150 juta dan US$
150 juta. Dua pinjaman ini jatuh tempo pada Juli 2009.

Pada bulan yang sama, BNBR menggadaikan lagi 3.529.412 saham BUMI ke PT
Sucorinvest Gani senilai Rp 15 miliar. Pinjaman ini jatuh tempo Oktober 2008
dan telah dilunasi.

Selama periode Juli-Agustus 2008, BNBR kembali menggadaikan 59.122.810 saham
BUMI pada PT PNM Investments Management senilai Rp 231,81 miliar. Pinjaman ini
jatuh tempo pada Januari dan Februari 2009.

Selama rentang Juli hingga Oktober 2008, BNBR juga menggadaikan 45.947.500
saham BUMI dan 116.667.000 saham UNSP senilai Rp 189 miliar kepada PT Recapital
Securities. Pinjaman ini jatuh tempo mulai Oktober 2008 hingga September 2009.

Setelah saham BUMI digadaikan karena masih membutuhkan dana, BNBR kemudian
menggadaikan 11.450.500 saham UNSP senilai Rp 10 miliar ke PT Aldira pada
Agustus 2008. Pinjaman ini jatuh tempo pada November 2008.

Pada bulan September lalu, BNBR menggadaikan sejumlah saham UNSP pada 3
institusi. Sebanyak 86.300.000 saham UNSP digadaikan senilai Rp 35 miliar pada
PT Sarijaya Securities. Sebanyak 97.402.598 saham UNSP juga digadaikan ke PT
Mandiri Sekuritas senilai Rp 50 miliar. Terakhir, sebanyak 83.143.500 saham
UNSP digadaikan ke PT Dinar Sekuritas senilai Rp 30 miliar. Ketiga Pinjaman ini
jatuh tempo pada Desember 2008.

Total dana yang diperoleh BNBR melalui serangkaian aksi gadai saham-saham anak
usaha sebesar US$ 1,386 miliar dan Rp 560,81 miliar dengan tingkat suku bunga
pinjaman bervariasi antara 8,5% sampai 20,75%.

Rincian saham-saham yang digadaikan sebagai berikut:
1. BUMI sebanyak 5.126.427.858 (26,42%)
2. ENRG sebanyak 4.760.330.000 (30,97%)
3. ELTY sebanyak 3.796.540.000 (19,06%)
4. UNSP sebanyak 394.963.598 (10,42%)

Dari semua pinjaman tersebut yang sudah dilunasi hanya pinjaman pada PT
Sucorinvest Gani senilai Rp 50 miliar. Pinjaman sebesar US$ 1,086 miliar ke
Odickson Finance baru dibayarkan US$ 70 juta. Pinjaman ke JP Morgan senilai US$
150 juta baru dicicil US$ 78 juta dan pinjaman ke ICICI sebesar US$ 150 juta
baru dicicil US$ 45,5 juta.

Sisanya sebesar US$ 1,192 miliar (Rp 11 triliun) dengan kurs yang digunakan
BNBR Rp 9.225 per US$ 1) dan Rp 510,81 miliar masih harus diselesaikan oleh
BNBR.

Strategi BNBR untuk melunasi lilitan utang yang mencapai Rp 11,51 triliun
tersebut adalah melepas kembali sebagian saham-saham di 5 anak usahanya.

Ironisnya, gara-gara hendak menambah penyertaan saham di 3 anak usahanya, BNBR
terlilit utang yang akhirnya membuat perseroan memutuskan menjual sebagian
besar anak-anak usahanya.

Hingga saat ini, baru ELTY dan UNSP yang sudah mencapai tahap penyelesaian
transaksi penjualan. Nilanya hanya US$ 56 juta, jauh dari jumlah utang
perseroan. Penjualan sebagian saham BUMI hingga saat ini masih dalam proses
negosiasi. Begitu juga dengan BTEL dan ENRG.

Akibat masih besarnya jumlah utang yang masih harus diselesaikan BNBR, investor-
investor yang memegang saham ELTY, UNSP dan BTEL (saham grup Bakrie yang sudah
dibuka suspensinya) menjual secara besar-besaran portofolionya yang menyebabkan
harga saham ketiganya ambruk.

Nasib saham-saham grup Bakrie terus ambruk hingga kena auto rejection bawah
selama 5 hari berturut-turut sejak suspensi dibuka. Para analis mengatakan
manajemen grup Bakrie harus segera menyelesaikan masalah-masalahnya agar
kinerja seluruh sahamnya tidak ambruk.(dro/ir)


----- End forwarded message -----

No comments: