Tuesday, June 5, 2007

Nice Story: Dimanakah Keadilan?

----- Forwarded message from Dadang Omon <Dadang.Omon@snsgroup.co.id> -----
Date: Thu, 10 May 2007 16:42:58 +0700


Dari millis tetangga.

Ceritanya bagus, mengharukan dan bikin miris hati kita atau mungkin
bikin geli?
Kalau menurut Anda bagaimana?

Terus terang,meskisudah beberapa kali mengadakan penelitian Kriminal di
LP, pengalaman kali ini adalah pengalaman pertama saya ngobrol langsung
dengan seseorang yang didakwa kasus pembunuhan berencana. Dengan jantung
dag dig dug, pikiran saya melayang-layang mengira-ngira gambaran orang
yang akan saya temui. Sudah terbayang muka keji hanibal lecter, juga
penjahat-penjahat berjenggot palsu ala sinetron, dan gambaran-gambaran
pembunuh berdarah dingin lain yang sering saya temui di cerita TV.

Well, akhirnya setelah menunggu sekian lama berharap-harap cemas, salah
satu sipir membawa seorang anak kehadapan saya.Yup, benar seorang anak
berumur 8 tahun. Tingginya tidak lebih dari pinggang orang dewasa dengan
wajah yang
diliputi senyum malu-malu. Matanya teduh dengan gerak-gerik yang sopan.

Saya pun membaca berkas kasusnya yang diserahkan oleh sipir itu.
Sebelum masuk penjara ternyata ia adalah juara kelas di sekolahnya,
juara menggambar, jago bermain suling, juara mengaji dan azan di tingkat
kanak-kanak. Kemampuan berhitungnya lumayan menonjol. Bahkan dari balik
sekolah di dalam penjara pun nilai sekolahnya tercatat kedua terbesar
tingkat provinsi. Lantas kenapa ia sampai membunuh? Dengan rencana
pula?

Kasus ini terjadi ketika Arif sebut saja nama anak ini begitu, belum
genap berusia tujuh tahun. Ayahnya yang berdagang di sebuah pasar di
daera bekasi, dihabisi kepala preman yang menguasai daerah itu. Latar
belakangnya karena si ayah enggan membayar uang 'keamanan' yang begitu
tinggi. Berita ini rupanya sampai di telinga Arif. Malam esok harinya
setelah ayahnya
dikebumikan ia mendatangi tempat mangkal preman tersebut. Bermodalkan
pisau dapur ia menantang orang yang membunuh ayahnya. "siapa yang bunuh
ayah saya!" teriaknya kepada orang yang ada di tempat itu. "Gue, terus
kenapa?" ujar kepala preman yang membunuh ayahnya sambil disambut gelak
tawa di belakangnya. Tanpa banyak bicara anak kecil itu sambil melompat
menghunuskan pisau ke perut si preman. Dan tepat mengenai ulu hatinya,
pria berbadan besar itu jatuh tersungkur ke tanah. Arif pun langsung
lari pulang ke rumah setelahnya. Akhirnya selesai sholat subuh esok
paginya ia digelandang ke kantor polisi. "Arif nih sering bikin repot
petugas di Lapas!" ujar kepala lapas yang ikut menemani saya
mewawancarai arif sambil tersenyum. Ternyata sejak di penjara dua tahun
lalu. Anak ini sudah tiga kali melarikan diri dari selnya. Dan
caranya pun menurut saya tergolong ajaib.
Pelarian pertama dilakukannya dengan cara yang tak terpikirkan siapapun.
Setiap pagi sampah-sampah dari Lapas itu di jemput oleh mobil
kebersihan. Sadar akan hal ini, diam-diam Arif menyelinap ke dalam salah
satu kantung sampah. Hasilnya 1-0 untuk Arif. Ia berhasil keluar dari
penjara.
Pelarian kedua lebih kreatif lagi. Anak yang doyan baca ini pernah
membaca artikel tentang fermentasi makanan tape (ingat loh waktu
wawancara usianya baru 8 tahun). Dari situ ia mendapat informasi bahwa
tape mengandung hawa panas yang bersifat destruktif terhadap benda
keras. Kebetulan pula di Lapas anak ini disediakan tape uli dua kali
dalam seminggu. Setiap disediakan tape, arif selalu berpuasa karena
jatah tape itu dibalurkannya ke tembok sel tahanannya. Hasilnya setelah
empat bulan, tembok penjara itu menjadi lunak seperti tanah liat. Satu
buah lubang berhasil dibuatnya. 2-0 untuk arif. Ia keluar penjara ke dua
kalinya.
Pelarian ke tiganya dilakukan ala Mission Imposible. Arif yang ditugasi
membersihkan kamar mandi melihat ember sebagai sebuah solusi. Besi yang
berfungsi sebagai pegangan ember itu di simpannya di dalam kamarnya.Tahu
bahwa dirinya sudah diawasi sangat ketat, Arif memilih tempat
persembunyian paling aman sebelum memutuskan untuk kabur. Ruang kepala
Lapas menjadi pilihannya. Alasannya jelas, karena tidak pernah satu pun
penjaga berani memeriksa ruangan ini. Ketika tengah malam ia menyelinap
keluar dengan menggunakan besi pegangan ember untuk membuka pintu dan
gembok. Jangan tanya saya bagaimana caranya, pokoknya tahu-tahu ia sudah
di luar. 3-0 untuk Arif.
Lantas kenapa ia bisa tertangkap lagi? Rupanya kepintaran itu masih
berada di sebuah kepala bocah. Pelarian-pelariannya didorong dari rasa
kangennya terhadap ibunya. Anak ini keluar dari penjara hanya untuk ke
rumah sang ibunda tercinta. Jadi dari Lapas tanggerang ia
menumpang-numpang mobil omprengan dan juga berjalan kaki sekian
kilometer dengan satu tujuan,
pulang!
Karena itu pula pada pelarian Arif yang ketiga, kepala Lapas yang juga
seorang ibu ini meminta anak buahnya untuk tidak segera menjemput Arif.
Hasilnya dua hari kemudian Arif kembali lagi ke lapas sambil membawa
surat untuk kepala Lapas yang ditulisnya sendiri. *Ibu kepala, Arif
minta maaf, tapi Arif kangen sama ibu Arif.* Tulisnya singkat.
Seorang anak cerdas yang harus terkurung dipenjara. Tapi, saya tidak
lantas berpikir bahwa ia tidak benar-benar bersalah dan harus
dibebaskan. Bagaimanapun juga ia telah menghilangkan nyawa seseorang.
Tapi saya hanya berandai-andai jika saja, polisi bertindak cepat
menangkap pembunuh si ayah (secepat polisi menangkap si Arif) pastinya
saat ini anak pintar dan rajin
itu tidak akan berada di tempat seperti ini. Dan kreativitasnya yang
tinggi itu bisa berguna untuk hal yang lain. Sayangnya si Arif itu cuma
anak pedagang sayur miskin sementara si preman yang dibunuhnya selalu
setia menyetor kepada pihak polisi setempat.
Itukah yang namanya keadilan?


This e-mail (including any attached documents) is intended only for the
recipient(s) named above. It may contain confidential or legally
privileged information and should not be copied or disclosed to, or
otherwise used by, any other person. If you are not a named recipient,
please contact the sender and delete the e-mail from your system.

Salam,

DA 2 NG
Don't trouble the troubles before the trouble troubles you.
("Sesungguhnya dalam kesulitan ada kemudahan")


-----------------------------------------------------------

Wassalamu,

A. Ardhiansyah

No comments: