Tuesday, June 26, 2007

Teripang Jinakkan Serigala Liar

Sumber : Majalah Trubus on line

Edisi: Minggu, 02 Juli 2006 17:12:52


Teripang Jinakkan Serigala Liar

Bayangan kematian menyergap benak Rachma Dwiyanti ketika dokter
mendiagnosis lupus. Perempuan 32 tahun itu gontai keluar dari ruang
praktek. Tiba-tiba saja ia takut menghadapi kehidupan. Maklum, sebulan
silam nyawa adiknya terenggut karena penyakit itu. Haruskah ia
mengikuti jejak sang adik menuju ke haribaan-Nya?

Kengerian itu berawal pada sebuah siang nan terik. Ketika
berlibur di Yogyakarta, alumnus Universitas Diponegoro itu
menyempatkan diri ke Malioboro. Di pusat keramaian itu tiba-tiba mata
kaki terasa amat nyeri, seperti dipukul palu. Tak kuasa menahan nyeri,
ia pun menjerit sehingga puluhan pasang mata tertuju padanya.

Semula Rachma Dwiyanti mengira terkilir akibat kelelahan. Itu
diperkuat pernyataan ahli refleksi yang ditandangi beberapa saat
setelah peristiwa terjadi. Setelah dipijit satu jam, rasa nyeri
lenyap. Namun, seminggu berselang, ketika Rachma kembali ke
Banjarmasin, rasa nyeri kembali hinggap. Kali ini, rasa nyeri tak
mempan diurut. Ia tak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya lantaran
nyeri meluas. "Jika kambuh, jalan menjadi susah," kata Rachma. Wanita
kelahiran 21 Januari 1974 itu berbaring di tempat tidur lantaran tak
berdaya melakukan aktivitas apa pun.

Selain nyeri di seluruh sendi, di tangan kerap muncul benjolan.
Jika sudah begitu, ia demam dan tangan tak mampu digerakkan. Menjelang
malam penghujung Mei 2005, nyeri hebat ia rasakan, sehingga berjalan
pun terseok-seok. Suaminya, Muhammad Frisyal Pattisahusiwa yang baru
pulang dari bekerja terkejut. Frisyal baru menyadari penyakit istrinya
bukan sekedar pegal linu yang mudah disembuhkan obat warung. Ia
langsung melarikan Rachma ke rumah sakit yang berjarak 40 km dari
rumahnya.

4 dari 11

Diagnosis dokter menunjukkan penyakit yang diderita Rachma
bukan sembarang rematik. Lantas ia dirujuk ke ahli rematologi di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Di sana ia menjalani
serangkaian tes imunologi dan serologi. Hasilnya, ANA (antinuclear AB)
pada darah ibu 2 anak itu positif kuat. Nilai C3 hanya 72 mg/dl jauh
di bawah kisaran normal, 90-180 mg/dl. Artinya ia mengidap Sistemic
Lupus Erythema (SLE) yang lebih dikenal dengan sebutan lupus. ANA
merupakan parameter lupus.

Jika positif berarti ada aktivitas antibodi penyebab lupus.
Sedangkan C3 dan C4, bagian kelompok protein globulin darah penghambat
terjadinya peradangan dan infeksi. Jika nilainya di bawah kisaran,
berarti mudah terjadi reaksi radang penyebab linu. Setelah 6 bulan
bergelut dengan nyeri sendi, Rachma sadar penyakitnya sama dengan
penyebab kematian sang adik. Sebelumnya ia sempat curiga, tetapi dari
berbagai informasi yang ditelusuri sangat jarang saudara sekandung
mengidap lupus. Namun, ia merasa beruntung penyakit ini terdeteksi
lebih awal dibandingkan adiknya.

Sekitar 12 tahun dokter memvonis Dina -begitu adiknya
dipanggil- hanya nyeri rematik. Saat Dina merasa kesakitan ketika
disentuh, anggota keluarga lain mengira ia bercanda. Lima bulan
menjelang ajal barulah ketahuan ia mengidap penyakit kelebihan imun.

Kelebihan imun akibat tubuh memberi reaksi berlebih terhadap
rangsangan benda asing. Kemudian tubuh memproduksi terlalu banyak
antibodi atau semacam protein yang malah ditunjukan untuk melawan
jaringan tubuh sendiri. Sebab antibodi yang diproduksi berupa
antinuclear AB (ANA) dan Anti double stranded DNA (Anti ds DNA) yang
justru merusak tubuh.

"Gejalanya biasa-biasa saja, sehingga banyak dokter yang tidak
mengetahui itu adalah gejala lupus. Banyak penderita lupus yang
meninggal karena tidak terdeteksi secara benar", ujar dr. Toga Iwanoff
Kasjmir SpPD-KR, ahli rematologi RSCM. Gejala penyakit ini hanya
berupa demam, nyeri sendi, lemah atau lesu, dan rendahnya trombosit.

Agar tidak terjadi kesalahan diagnosis, ahli-ahli medis
menggunakan daftar 11 kriteria ARA (American Rheumatism Association)
untuk mendiagnosis lupus. Di antaranya ruam diskoid atau bercak putih
di wajah, ruam malar kupu-kupu, radang selaput paru-paru atau jantung,
dan kelainan ginjal-- protein dalam air kencing melebihi 500 mg/24 jam.

Indikasi lain, radang sendi non-erosif pada 2 sendi atau lebih,
kelainan darah seperti anemia, leukopenia, trombositopenia,
fotosensitivitas (sensitif terhadap sinar matahari), dan kelainan
sistem saraf kejang atau kelainan jiwa.

Sariawan di rongga mulut dan tenggorokan, kelaian immunologi
(anti ds DNA positif, anti antibodi positif atau sel LE positif),
anti-antibodi positif atau sel LE positif), dan kadar antibodi
-antinuklir (ANA) abnormal) juga menjadi pertanda serangan lupus. Jika
terdapat 4 gejala dari 11 parameter di atas, maka seseorang
didiagnosis mengidap lupus.

"Sayangnya, gejala itu muncul dalam waktu panjang", kata dokter
alumnus Universitas Indonesia itu. dari satu gejala ke gejala lain
kerap berselang satu tahun.

Wajah Rembulan

Untuk mengatasi lupus, Rachma menenggak obat-obat mengandung
steroid dan metrotreksit untuk kanker. Obat itu dikonsumsi agar
serangan lupus tidak meluas ke organ tubuh lain. Namun, mengasup bahan
kimia itu justru menambah penderitaan.

"Tiga gigi saya patah dalam satu tahun", kata Rachma. Steroid
memang bahan kimia pengeropos kalsium tulang dan gigi. selain itu,
wajahnya membulat -dikenal dengan istilah moonface (wajah rembulan)-,
kulit kering, rambut rontok, tulang punggung linu setiap saat, asam
urat meningkat, dan lambung perih. Walau begitu, Rachma tetap
mengkonsumsinya. Sebab, obat-obatan lupus memang hanya steroid.

Awal Maret 2006, Rachma membaca artikel Trubus tentang tripang
(sea cucumber) mengendalikan lupus sendi. Lantaran ingin mempercepat
kesembuhan, Rachma langsung mencobanya. Setelah seminggu mengkonsumsi,
penderitaannya berkurang. Linu hilang, rambut menjadi tebal, kulit
kembali kenyal dan halus. Sebelumnya, efek steroid membuat kulit
Rachma kusam dan kering.

Kabar gembier itu juga dibuktikan melalui tes laboratorium
setelah satu bulan konsumsi gamat (tripang). Hasilnya, niai ANA
negatif, C3 sebagai aktivitas protein antibodi berkisar normal dengan
angka 98 mg/dl, C4 meningkat ke angka 20 mg/dl, dan Laju Endap Darah
19 mm/jam. Ginjalnya diperiksa untuk mengetahui efek samping konsumsi
gamat. Nilai uretum 15 mg/dl, tetap pada ambang batas 13-43 mg/dl dan
kreatinin 0,6 mg/dl, pada kisaran normal 0,5-0,9 mg/dl.

"Dokter bilang, lupus saya lebih terkendali," kata Rachma.
Kesehatan itu dapat bertahan asal ia menghindari matahari langsung
pada pukul 10.00-15.00, istirahat cukup dan mengasup makanan bergizi.

..........

Menurut Howard Benedikt, MS, DC ahli nutrisi dari Long Island
University, Amerika Serikat, menyebutkan vitamin E, omega-3 EPA, dan
kelompok antioksidan gamat berpengaruh dalam pembuangan sitokinin.
Hasil temuan Dr. Mittchell Kurk direktur medis Biomedical
Revitalization Center of Laurence, New York, menunjukkan gamat
meningkatkan kesehatan fisik bagi 70% pengidap radang atau linu sendi,
tanpa efek samping. Sebab gamat memiliki komponen kondroprotektif yang
memperbaiki tulang muda dengan merangsang metabolisme
anaboliskondrosit serta menghambat reaksi katabolisme saat peradangan.*

lebih lengkap mengenai Gamat/Teripang/Haisom dapat di baca di :

www.haisom.com

----------------------------------------------------------------
This message was sent using IMP, the Internet Messaging Program.

No comments: